Kamis, 03 Juli 2008

Antara Keinginan dan Kebutuhan

"Tejo baru saja diterima di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Kendala jarak telah membuat komunikasi dengan orang tuanya menjadi terhambat. Beruntung ia mengontrak sebuah rumah yang ada teleponnya, sehingga ia masih bisa dihubungi bapak atau ibunya dari rumah. Akan tetapi, untuk bisa menghubungi sang anak tercinta sang orang tua harus rela menempuh jarah sekian kilometer demi untuk mendatangi wartel yang hanya ada satu di kelurahan.
Muncul keinginan Tejo untuk membeli HP. Suatu barang yang sudah sangat umum dimiliki orang-orang kota. Dari anak kecil sampe kakek-kakek, Hp sudah menjadi barang primer dalam kehidupan. Tapi.... tidak untuk Tejo. HP adalah barang mahal yang sulit untuk didapatkan, karena kalo ia membeli maka tabungannya akan bocor dan orang tuanya harus sibuk mencari tambalan kebocoran tersebut.
Lambat laun keinginan Tejo makin menguat. Meskipun ia masih bisa berhubungan dengan orang tuanya tanpa HP, ia merasakan keinginannya tak mampu dibendung lagi. Aktivitasnya di kampus yang kian padat, kebutuhan komunikasi yang menghimpit, membuat ia tak rela hidup tampa HP di genggamannya. Padahal ia tahu, ada seorang kakak kelas yang sangat padat aktivitasnya dan dapat menjalani hari-harinya tanpa HP.
Ia pun bingung. haruskah ia membeli HP ataukah cukup dengan kondisinya saat ini?
Satu tahun berada di Jakarta ini, ia masih bertahan dan menahan keinginannya untuk membeli HP.
Kini Tejo telah memasuki tahun kedua kuliah. Kali ini tak hanya kuliah yang padat, tetapi kegiatan di luar kuliahnyapun makin menjadi-jadi. Ia ditawari sebuah posisi dalam suatu kepanitiaan dan dengan alasan meningkatkan kemampuan diri serta memberdayakan diri untuk kebaikan orang lain, ia pun menerima tawaran tersebut.
Di tengah perjalanannya, ketua panitia menawari sebuah HP agar komunikasi di antara panitia. HP itu sengaja dipinjamkan karena sang ketua panitia kebetulan memiliki dua HP. Selain itu, posisi Tejo yang cukup strategis di kepanitiaan membuatnya selalu mobile dan butuh dukungan alat komunikasi.
Kepanitiaan selesai dan acara cukup sukses digelar. Tapi, Hp yang kini Tejo pegang belum juga dikembalikan ke empunya. Maklum, kegiatan Tejo semakin padat semenjak ia ikut dalam kepanitiaan tersebut. Kini hidupnya telah tergantung pula pada salah satu alat komunikasi genggam ini. Suatu saat, HP tersebut hilang karena dicuri. Beruntung HP itu telah dibayarnya, tapi tidak beruntung karena saat ini ia menjadi orang penting baik di kelas kuliah maupun di organisasi-organisasi kampus.
Satu hal yang cukup dilematis. Apakah ia harus membeli HP lagi ataukah ia bertahan tanpa HP dengan konsekuensi melepas jabatan-jabatannya. Hal ini sebenarnya memang bukanlah satu hal yang sangat urgen, mengingat masalah tidak punya HP bukanlah masalah yang dapat membuat orang mati atau kehilangan orientasi hidup.
Masalahnya sekarang adalah memiliki HP bagi Tejo bukan lagi sekadar keinginan yang mapu ditahan tetapi merupan kebutuhan yang harus dipenuhi
Hingga akhirnya Tejo pun memilih membeli HP lagi. Ia bisa agak bernafas lega karena mulai tahun ini ia mendapat uang saku dari tempat kuliahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar